Logo-BM77-Biru Tengah2-Header

BAKTIKU UNTUK BUDIMULIA

SEJARAH SEKOLAH BUDI MULIA - PANGKALPINANG

Sekolah Budi Mulia – Pangkalpinang memiliki perjalanan panjang yang dimulai dari sebuah ide sederhana untuk menciptakan tempat belajar yang dapat mengembangkan potensi siswa secara menyeluruh.

Sejak tahun 1932, sekolah ini telah melalui berbagai masa yang mengukir sejarah penting dalam dunia pendidikan. Masa pertama dari sejarah sekolah ini terjadi pada masa penjajahan Belanda, mencatat awal pembentukan dan pengembangan Sekolah Budi Mulia di Pangkalpinang. Pada masa penjajahan Jepang, sekolah ini berhasil melewati tantangan besar dari segi sumber daya manusia maupun dana. Kini setelah melalui masa Kemerdekaan Indonesia, Sekolah Budi Mulia – Pangkalpinang terus berkembang dan menjadi salah satu lembaga pendidikan terkemuka yang tidak hanya menekankan kecerdasan akademis, tetapi juga membentuk karakter yang beradab dan penuh solidaritas.

  1.  Mengenal Yayasan Budi Mulia Lourdes

Kongregasi Bruder – Bruder Budi Mulia pertama kali berkarya di Keuskupan Bogor pada tahun 1926 dengan mendirikan Panti Asuhan atas undangan Pastor van Velsen. Pada tahun 1930, didirikan Yayasan Lourdes, yang kemudian berganti nama menjadi Glorieux-Stichting pada tahun 1940. Setelah Indonesia merdeka, yayasan ini diubah menjadi Yayasan Budi Mulia pada tahun 1951. Pada tahun 1958, Yayasan Budi Mulia dipisahkan menjadi dua badan: Kongregasi dan Yayasan Budi Mulia untuk karya pendidikan. Pada tahun 1972, Yayasan Budi Mulia diubah namanya menjadi Kongregasi Budi Mulia dengan yayasan terpisah untuk mendukung karya-karya mereka.

2.  Masa Penjajahan Belanda

Cikal bakal berdirinya Sekolah Budi Mulia dimulai pada tahun 1932 dengan keinginan Pastor Bakker untuk membuka sekolah khusus untuk laki-laki. Mgr. Bouma kemudian menginstruksikan pembangunan gedung besar, dan pada 13 Mei 1932, kontrak karya misi di Bangka disetujui. Pada 8 Maret 1934, misionaris dari Belanda, termasuk Br. Gualbertus dan Br. Richarius, tiba di Tanjung Priok dan dikirim ke Pangkalpinang. Mereka menjadi pengajar pertama dengan Br. Rafael sebagai kepala sekolah. Seiring berjalannya waktu, lebih banyak bruder datang, seperti Br. Sabinus, Br. Symphronius, Br. Bernardino, dan Br. Olav, yang membantu memperkuat tenaga pengajar dan pengelolaan asrama. Pada 21 Maret 1940, disetujui penambahan tiga ruang kelas. Namun, pecahnya perang di Belanda pada 10 Mei 1940 menyebabkan terputusnya hubungan dan aliran dana untuk yayasan. Untuk bertahan, bruder dan siswa berusaha mencari dana dengan berbagai cara, termasuk menjual hasil kerajinan dan mengadakan paduan suara. 

3.  Masa Penjajahan Jepang

Meskipun penjajahan Jepang di Indonesia berlangsung singkat, dampaknya sangat terasa, terutama dalam penangkapan dan pengasingan para bruder. Salah satunya adalah Br. Richardus Baars, yang diasingkan ke kamp konsentrasi di Mentok. Kondisi kesehatannya semakin memburuk akibat kekurangan makanan dan obat, dan pada 20 Juli 1944, ia menerima Sakramen Orang Sakit sebelum meninggal dunia pada hari berikutnya. Br. Richardus menjadi bruder pertama Budi Mulia yang meninggal di kamp konsentrasi. Selain itu, terbatasnya dana mendorong sekolah untuk mencari jalan keluar dengan mengajukan permohonan status “DISAMAKAN” untuk mendapatkan subsidi. Setelah melalui inspeksi pada Desember 1941, pada 19 Januari 1942, sekolah berhasil memperoleh status tersebut.

4.  Masa Kemerdekaan

Pada tahun 1954, bruder-bruder yang mengajar di SMP Budi Mulia antara lain Br. Isfridus, Br. Reinolf, Br. Castulus, Br. Angelus, dan Bp. Manullang, sedangkan di SD ada Br. Xaverio dan Bapak Paidjan. Pembangunan gedung SMP dimulai pada tahun 1958 dengan biaya Rp 265.000,-, dan sekolah mulai menggunakan gedung baru pada Agustus 1958. Br. Rufinus kembali ke Belanda karena sakit, digantikan oleh Br. Bernardino sebagai kepala sekolah, dan Br. Isfridus menjadi pemimpin Bruder. Pada tahun 1959, diadakan pesta peringatan 25 tahun Budi Mulia. Pada tahun 1965, musibah tragis terjadi saat kapal yang membawa bruder tenggelam, mengakibatkan meninggalnya beberapa bruder, termasuk Br. Dominicus Sutrisno, Br. Josue Sangsang, Br. Daniel Djumadi, dan Br. Lukas Kasmarandjaja. Setelah kejadian tersebut, beberapa bruder baru, seperti Br. Benedictus, Br. Laurentius, dan Br. Djibrael, menggantikan posisi mereka.

Pada 25 November 1965, Br. Pancratius Peters menjadi pemimpin baru menggantikan Br. Reinolf dan berhasil membangun lapangan olahraga serta mengembangkan kegiatan kaum muda dan pramuka. Pada Maret 1969, SMP Budi Mulia menerima subsidi penuh dari pemerintah. Namun, Br. Peters menghadapi tantangan dalam masalah pembauran murid karena peraturan Dinas Pendidikan yang mengancam menghentikan subsidi jika tidak dilaksanakan. Pada 1974, proses Indonesianisasi menyebabkan Bruder – Bruder orang Belanda meninggalkan Bangka, dan posisi mereka digantikan oleh Bruder orang Indonesia. Br. Johannes Suryana dan Br. Bernardus Suprajitno menggantikan kepala sekolah SD dan SMP, dan Br. Johannes kemudian menjadi kepala SMP pada 24 Januari 1976. Br. Michael Sinaga, dengan latar belakang pertanian, menggantikan Br. Johannes dalam pengawasan sekolah pada 1979, agar Br. Johannes dapat lebih fokus pada tugas-tugas lain sebagai pimpinan biara dan pengurus Yayasan Budi Mulia.

Oleh: Jessica Agustina, BM14